Mengkritisi Jajanan Generasi Muda Sekarang
, 26 September 2017 - 10:08:33 WIBDibaca: 1193 kali
Generasi muda perkotaan saat ini pasti tidak asing dengan jajanan seperti fried chicken, french fries, hamburger, pizza dan sejenisnya. Termasuk juga donat impor yang berukuran besar dengan macam-macam citarasa yang sedikit banyak “artifisial", cemilan ekstruksi (semacam chiki), minuman bersoda, minuman kola, es krim, milkshake, minuman kopi dengan “float” creamer, kopi dengan topping caramel, white coffee dan sebagainya. Makanan-minuman keren tersebut memang sangat mudah ditemui di mall-mall, plaza dan pertokoan besar di pusat dan pinggiran kota. Dan agaknya telah membudaya dan menjadi santapan elit, terutama bagi kaum muda perkotaan.
Budaya konsumtif perkotaan diakui atau tidak telah melanda juga anak-anak muda, termasuk bagaimana mereka memilih jajanannya. Siapa sih yang nggak merasa keren dan “gaul” jika lunch atau dinner di McDonalds atau KFC atau Pizza Hut atau Dunkin’ Donuts? Wow nggak ada yang nolak. Selain rasanya yang nikmat, suasana restonya juga cozy, trendy dan bergengsi.
Tapi tahukah kita bahwa jenis-jenis jajanan yang ditawarkan resto-resto di atas sangat berpotensi sebagai junk-food? Alias makanan sampah? Mengapa makanan sampah? Produk pangan disebut junk-food jika kandungan nutrisinya sangat rendah, kalorinya terlalu tinggi dan hanya mengandalkan rasanya yang enak Umumnya yang termasuk dalam golongan junk-food adalah makanan berkadar garam tinggi, bergula tinggi, berlemak tinggi, namun kandungan nutrisi lainnya, seperti protein, vitamin, serat dan mineral, sangat tipis. Salah satu ciri junk food antara lain mengandung banyak sodium (garam-garaman), lemak jenuh dan kolesterol. Junk food mengutamakan citarasa, penampilan luar yang wah, dengan kemasan yang menarik dan mahal, sedangkan nilai gizinya prioritas ke sekian.
Akibat mengutamakan citarasa tersebut junk-food mengandung banyak lemak, garam dan gula, termasuk bahan tambahan pangan atau aditif sintetik untuk menimbulkan citarasa (seperti MSG), tekstur, warna dan aroma yang menarik. Maka junk-food berpotensi menimbulkan banyak penyakit, seperti obesitas, rematik akibat penimbunan asam urat, tekanan darah tinggi, diabetes, jantung koroner dan stroke.
Saat ini penyakit-penyakit degeneratif tersebut tidak hanya monopoli diderita orang tua yang berumur, tetapi juga anak muda. Berdasarkan data survai WHO umur rata-rata orang yang terjangkit jantung koroner di dunia telah menurun dari 46 tahun ke 35 tahun. Suatu hal yang sangat memprihatinkan.
Minimize Effect of Junk Food
Bagaimana mengatasi akibat dari junk-food tanpa kita harus meninggalkan sama sekali makanan-makanan trendy tersebut ? Ada banyak macam cara, antara lain :
- Jika makan fried chicken (tidak digunakan istilah ayam goreng karena konotasi yang ditangkap akan sangat berbeda, fried chicken alias ayam goreng impor menggunakan teknik penggorengan deep frying dimana kandungan lemak bahan yang digoreng jauh lebih besar dibandingkan dengan bahan yang digoreng dengan teknik penggorengan biasa) sebaiknya buang bagian kulitnya. Kulit ayam, apalagi ayam ras, adalah sumber lemak jenuh dan kolesterol.
- Jangan ganti nasi dengan french fries. Kandungan lemak dan sodium french fries sangat tinggi, mengkonsumsi nasi lebih baik.
- Kalau beli burger, cari pilihan jenis burger yang lebih banyak mengandung bahan nabati dibandingkan hewani. Jika memungkinkan perbanyak isi sayurnya, seperti selada, tomat, mentimun dan sebagainya.
- Sekarang mulai ngetrend coffee float, cola float dan sebagainya. Ingat float banyak mengandung lemak dan gula. Sebaiknya beli minuman tanpa embel-embel float.
- Es krim kadang-kadang dipakai sebagai hidangan penutup, selayaknya dihindari karena kandungan gula dan lemaknya cukup tinggi. Sebaiknya ganti dengan yoghurt, puding atau jus buah. Jika tidak tersedia, minum teh jauh lebih baik.
Imbangi dengan Smart Food
Tingkat kesehatan kita akan lebih baik jika kita mengkonsumsi apa yang disebut dengan smart food. Smart food dapat dikatakan sebagai kebalikan dari junk-food. Menurut pustaka, smart food adalah pangan pemberi energi (energy food), pangan penyeimbang (balancing food), pangan penyembuh atau peredam rasa sakit (soothing food) dan pangan pembangun atau pembaharu (regenerating food). Dalam kata lain, smart food adalah bahan pangan yang selain mengandung nutrisi (protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral) dan aman dimakan (tidak mengandung residu pestisida, residu hormon, bahan tambahan sintetis misalnya pengawet, pewarna dan penambah cita rasa), juga yang :
- memiliki nilai tambah (mengandung anti oksidan)
- memuat sebanyak mungkin bahan lokal (harga murah)
- memenuhi standar mutu (kualitas kebersihan/higienitas dan kaitannya dengan analisis kimia dan mikrobiologi)
- berpenampilan menarik (segar, dikemas menarik)
- sarat teknologi (memiliki sentuhan teknologi)
Menurut ahli pangan dan gizi, Kantasubrata (2004) bahan pangan yang tergolong “smart” bisa disebut antara lain adalah :
- roti berserat tinggi, berkadar lemak rendah
- beras, sayuran, teh, daging ayam (khususnya ayam kampung), madu organik
- makanan fermentasi tradisional (tempe, oncom), makanan olahan (tahu, baso) yang tidak menggunakan aditif (pemanis, pengawet, pewarna sintetis atau borax)
- Juice buah-buahan tanpa tambahan gula atau pengawet
- Selai yang tidak menggunakan bahan pengawet
- Cuka yang berasal dari juice buah (bukan asam asetat glacial yang diencerkan)
- Minuman yang berkhasiat (teh hijau, lidah buaya)
- Minyak canola, wijen dan olive (zaitun) dan minyak ikan.
Penutup
Saat ini mengkonsumsi makanan memang tidak hanya berfungsi untuk memuaskan lapar atau keinginan makan tetapi sudah merupakan kebutuhan pergaulan atau kontak sosial, yang tentu saja tidak dapat dipisahkan dari trend sosial serta pengaruh-pengaruh eksternal lainnya, termasuk pengaruh masifnya marketing global. Yang penting bagi kita adalah bagaimana mengelola konsumsi makan kita agar makanan yang masuk ke tubuh benar-benar bermanfaat, bukan justru sampah yang tidak berguna, apalagi yang justru membahayakan kesehatan.
Richardus Widodo
Dosen D3 Agroindustri
FV Untag Surabaya
Tabel 1. Junk-food vs Smart-food
Junk-food atau yang berpotensi junk-food |
Smart-food |
||
Jenis |
Mengapa |
Jenis |
Mengapa |
Minuman kola |
Kadar gula tinggi, sedikit nutrien, mengandung kafein, senyawa adiktif |
Makanan berserat |
Mengenyangkan, mencegah penyakit-penyakit sistem pencernaan |
Makanan ekstruksi |
Mengandung banyak garam dan MSG, sedikit nilai gizi |
Susu (low-fat) |
Memperkuat tulang dan gigi |
French fries |
Kentang digoreng “deep frying”, mengandung banyak lemak dan garam |
Keju |
Mencegah osteoporosis dan gigi berlubang |
Fried chicken |
Diproses “deep frying” kan-dungan lemak, garam tinggi |
Cabe |
Melawan bronkitis, demam dan sinusitis |
Minuman buah instan dlm. Kemasan |
Gula tinggi, mengandung bahan-bahan sintetik flavor & pewarna, sedikit kandungan jus buah asli |
Yogurt |
Mengandung mikroba yang baik, membantu member-sihkan usus dari penyakit |
Mie instan |
Banyak mengandung MSG dan garam, nutrisi lain tipis. Awas ada mie yang mengan-dung wax/lilin dan formalin. |
Tempe, oncom |
Mengandung lisin dan asam amino esensial lain, mengandung isoflavon sebagai phyto-hormon |
Es krim |
Bergizi tinggi tapi kadar gula dan lemaknya juga tinggi, |
Pisang |
Mengandung potasium, meningkatkan kekebalan |
|
hanya cocok untuk anak dlm. masa pertumbuhan |
Mentimun |
Dapat menghancurkan deposit kolesterol |
|
|
Air murni |
Cairan terbaik bagi manusia, dapat “mencuci” peredaran darah, jaringan dan sel |
Sumber : Pearson Education (2004) (diolah)
Tabel 2. Prosentase Kandungan Nutrisi Beberapa Jenis Makanan “Fast Food”
|
Kalori (kkal) |
Fat |
Koles-Terol |
Sodium |
Karbo-hidrat |
Protein |
Serat |
Gula |
Cheese burger |
270-310 |
9-13 |
35-45 |
600-770 |
33 |
15-18 |
2 |
7 |
Kentang goreng |
240-247 |
10-13 |
0 |
100-114 |
33-40 |
2-4 |
0 |
0 |
Pizza (1 ptg) |
180-250 |
4,5-6 |
0-5 |
140-200 |
28-29 |
3-4 |
1 |
18-20 |
Mie instan |
80-113 |
1,2-2 |
20-45,5 |
304-850 |
10,7-20,4 |
6 |
1 |
0 |
Es krim |
120-160 |
6-9 |
20-35 |
40-65 |
14-21 |
2-3 |
0 |
13-19 |
Coklat chips |
100-340 |
1,7-6 |
3-10 |
50-240 |
16-48 |
2-4 |
1-3 |
5-29 |
Sumber : Tim Muda Kompas (Agustus 2004)